Berbahasa di Media Sosial
Di era teknologi ini perkembangan zaman sangat begitu pesat di semua aspek kehidupan, baik itu aspek Mesin, Transfor, dan Telokomunikasi, kalau telokomunikasi tentu kita berbicara tentang Media sosial. Dari laman Wikipedia menyebutkan Media social yang sering kita kenal juga jejaring sosial adalah sarana dimana dapat berpartisipasi antara pengguna, berbagi, mengisi blog, mengomentari,di jejaring sosial secara Virtual. Media Sosial adalah bukanlah Media massa Online karena jejaring sosial lebih besar fungsinya mempengaruhi opini publik yang berkembang di masyarakat saat itu, serta mampu menggalang dukungan dan gerakan massa, bisa terbentuk karena kekuatan jejaring sosial (Errika Dwi Stya, 2011 : 71) Dari dua pengertian dia atas dapat di seimpulkan bahwa media sosial adalah sarana untuk berkomunikasi antara seseorang dengan personal lainnya tanpa harus berjumpa langsung tatap muka melainkan melalui virtual, melalui media sosial setiap orang bisa berbagi atau sering di sebut share, comment, post, like dan lain-lain.
Penggunaan bahasa dalam bermedia sosial menjadi ciri, identitas dari seseorang dalam menyampaikan pendapat, pikiran, bahkan perasaan lewat media sosial. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh (Yudhistira, 2020) dalam media sosial, bahasa adalah perpanjangan atas pola pikir dan pesan-pesan yang hendak kita sampaikan. Tidak heran jika kita amati dewasa ini penggunaan bahasa di media sosial menjadi sangat beragam bentuknya. Penggunaan bahasa melalui stand up comedy, sajak yang ditulis untuk mewakili perasaan penulisnya, dan penggunaan caption yang beragam penulisannya menjadi pilihan seseorang dalam menggunakan bahasa dalam media sosial. Setiap pengguna media sosial punya kebebasan untuk menentukan gaya bahasanya masing-masing (Yudhistira, 2020).
Pada media sosial bahasa yang dipakai oleh pengguna ternyata memiliki berbagai varian. Varian tersebut, antara lain adanya istilah-istilah khusus, misalnya OL kependekan dari online ‘dalam jaring’, gpp kependekan dari ga apa-apa ‘tidak apa-apa’, qt kependekan dari kita. Selain itu, terdapat pula varian yang berupa unsur-unsur bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Arab dan bahasa nusantara, seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti varian-varian bahasa pada status dan komentar facebook di internet.
Dalam berinteraksi, penutur menggunakan berbagai bentuk kalimat untuk menyampaikan gagasan atau maskudnya. Bentuk-bentuk kalimat yang digunakan untuk dituturkan akan menunjukan apakah seseorang santun atau tidak santun dalam berbahasa (Sasabone, 2001:4). Dalam berinteraksi diharapkan memakai bahasa yang santun. Kesantunan berbahasa dapat dilakukan dengan cara pelaku tutur mematuhi prinsip- sopan santun berbahasa yang berlaku di masyarakat pemakai bahasa itu (Rahardi, 2005:12). Leech mengemukakan prinsisp kesantunan yang terdiri dari enam maksim yang digunakan untuk mengontrol dan mengendalikan tuturan penutur dan mitra tutur. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang yang dibicarakan, dan menurut medium pembicaraan. Untuk melengkapi pemahaman tersebut, saya membaca pemaparan Gorys Keraf dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa (2006). Beliau menjelaskan bahwa dalam bahasa standar, terdapat klasifikasi gaya bahasa resmi, tak resmi, dan percakapan sehari-hari. Mudahnya, gaya bahasa resmi sering digunakan dalam pidato atau dokumen kenegaraan, korespondensi kedinasan, serta karangan ilmiah. Selanjutnya, gaya bahasa tak resmi cenderung digunakan dalam situasi yang tidak atau kurang formal. Contohnya yang paling umum adalah artikel berita. Jika gaya bahasa resmi dapat diibaratkan dengan jas atau pakaian seragam, gaya bahasa tak resmi merupakan kemeja atau penampilan kasual yang rapi. Sementara itu, gaya bahasa percakapan memiliki ciri sintaksis dan morfologis yang biasa kita temui dalam ujaran sehari-hari.
Setiap pengguna media sosial punya kebebasan untuk menentukan gaya bahasanya masing-masing. Tentu hal ini berkaitan dengan identitas, citra, bahkan tujuan individu dan organisasi. Dengan memperhatikan topik yang dibicarakan, medium yang digunakan, audiens atau pihak yang dituju, serta situasi yang berlangsung, kita bisa memilih gaya bahasa yang paling sesuai. Setelah itu, jangan lupa, jagalah konsistensinya. Bagaimanapun, kemantapan dalam menjalankan sesuatu yang kita pilih adalah bentuk ketegasan, prinsip. Demikian halnya dengan pemakaian gaya Bahasa.
Referensi: https://journals.usm.ac.id/index.php/the-messenger/article/view/270
narabahasa.id. (2020, 28 September). Konsistensi Gaya Bahasa dalam Media Sosial. Diakses pada 15 April 2023, dari https://narabahasa.id/linguistik-interdisipliner/stilistika/konsistensi-gaya-bahasa-dalam-media-sosial
http://eprints.ums.ac.id/21875/14/DAFTAR_PUSTAKA.pdf
Penulis: Aan Irma Sulistyani, NIM : 202110080311015, Kelas : 4-A, Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).