Kasus Diabetes Meningkat, dr Umar: Waspadai Perubahan Gaya Hidup
InNgalam.com – Terdapat fakta mengkhawatirkan terkait penyakit Diabetes Mellitus di tanah air, yang bukan hanya terjadi lonjakan, namun ironisnya juga sampai dialami oleh balita.
“Berdasar data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ada 1.645 anak dengan diabetes melitus tersebar di 13 kota di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogakarta, Solo, Denpasar, Palembang, Padang, Medan, Makassar, Manado, dan Malang,” tegas Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Malang, dr Umar Usman MM, kepada bacamalang, Senin (6/2/2023).
Dikatakannya, prevalensi kasus diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023. Jumlah tersebut dibandingkan dengan jumlah diabetesi anak tahun 2010, yaitu pada 2023, angkanya meningkat 70 kali lipat dibandingkan pada 2010 yang ,028 per 100.000 dan 0,004 per 100.000 jiwa pada 2000.
Kasus diabetes pada anak mencapai 2 per 100.000 jiwa per Januari 2023. Pada anak, kasus diabetes yang banyak ditemukan adalah tipe 1. Sedangkan diabetes tipe 2 pada anak sebanyak 5-10 persen dari keseluruhan kasus diabetesi anak.
Kasus diabetes pada anak tidak hanya dialami oleh anak di atas usia 5 tahun, melainkan juga usia balita. Kasus diabetes pada anak Indonesia berdasarkan usia yakni: 0-4 tahun: 19 persen, 5-9 tahun: 31,05 persen, 10-14 tahun: 46,23 persen, di atas usia 14 tahun: 3 persen.
Diduga jumlah kasus diabetes melitus pada anak lebih banyak dari angka yang tercatat oleh IDAI. “Kemungkinan jumlah kasus diabetes pada anak lebih banyak dari angka yang tercatat,” terang pria yang juga Wakil Ketua Satgas Covid 19 Malang Raya ini.
Berdasarkan usia, sebaran kasus diabetes pada anak yang paling tinggi berada di usia 10-14 tahun dengan porsi 46,23 persen, lalu anak usia 5-9 tahun sebesar 31,05 persen, anak usia 0-4 tahun sebanyak 19 persen, dan anak usia lebih dari 14 tahun sebesar 3 persen.
Tren kenaikan kasus diabetes tipe 2 pada anak, berkaitan erat dengan pola makan masyarakat saat ini. “Pola makan ini sangat erat kaitannya. Karena kalau anak-anak kita diberi makanan yang tinggi glikemik indeksnya berupa snack-snack junk food, gula darah cepat naik kemudian turun drastis,” tutur pria alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini.
Insulin akan terus-menerus diproduksi jika anak mengulangi pola makan yang sama, terus-menerus tinggi kadarnya dalam darah dan kemudian pankreasnya bekerjanya berlebihan.
Anak dengan diabetes tipe 1 pun jika terus-menerus mengonsumsi junk food akan mengalami gula darah yang fluktuatif. “Anak diabetes tipe 1 pun kalau terus-menerus diberi junk food juga nanti kebutuhan insulin kerja cepat sangat tinggi dan gula darah kadang hiper, hipo, butuh insulin dan ini meningkatkan biaya kesehatan,” terangnya.
Guna menghindari diabetes tipe 2 pada anak, disarankan agar anak-anak mendapat asupan protein hewani ditambah sayuran hijau, membuat anak kenyang lebih lama sehingga tidak kalap mengonsumsi camilan yang tidak sehat.
Selain itu, anak-anak juga disarankan aktif bergerak, berolahraga dan cukup tidur. Ia mengingatkan bahwa gaya hidup mager akan mempercepat terjadinya penyakit generatif. “Gaya hidup lain seperti gadget, anak-anak yang enggak mau gerak, olahraga, tidurnya kurang, mempercepat terjadinya penyakit generatif, penuaan diri karena terjadinya inflamasi kronik,” urai pria yang juga Wakil Ketua PC NU Kabupaten Malang ini.
Diabetes merupakan ibu dari segala penyakit (mother of all diseases) karena diabetes bisa memicu penyakit kronis lainnya. “Jadi kalau terus-terusan ada dan enggak di-treat (dirawat), itu bisa stroke, bisa jadi (gagal) ginjal, bisa jadi jantung,” papar pria berjuluk Dokter Rakyat ini.
Penderita diabetes yang sudah mengalami komplikasi gagal ginjal harus melakukan cuci darah 3-4 kali seminggu dan sekali cuci darah memakan waktu hingga 4-5 jam.
Penderita diabetes di Indonesia mencapai 13 persen dari total penduduk sekitar 270 juta. Hal ini setara dengan 35 juta jiwa.
dr Umar mengimbau masyarakat melakukan pemeriksaan hemoglobin A1c (HbA1c) rutin bertujuan mengukur rerata jumlah sel darah merah (hemoglobin) yang berikatan dengan gula darah selama 3 bulan terakhir.
Gula darah disebut normal jika HbA1c di bawah 5,7 persen, dinyatakan prediabetes jika jumlah HbA1c antara 5,7–6,4 persen, dan diabetes jika jumlah HbA1c mencapai 6,5 persen atau lebih.
Ada berbagai jenis diabetes, tapi yang paling umum terjadi pada anak-anak adalah diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun ketika sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel di pankreas yang memproduksi insulin.
Tanda dan gejala diabetes tipe 1 pada anak biasanya berkembang dengan cepat, yakni : meningkatnya rasa haus,
sering buang air kecil, sering mengompol, rasa lapar ekstrim, penurunan berat badan tidak disengaja, kelelahan, iritabilitas atau perubahan perilaku dan nafas berbau buah.
Meskipun tidak ada obat untuk diabetes tipe 1 pada anak-anak, tetapi kondisi ini dapat dikelola yaitu anak harus menjalani manajemen gula darah dengan cara mengubah pola makan dan gaya hidup secara teratur.
Ia mengimbau orang tua menjaga pola makan anak mengurangi makanan yang terlalu manis. “Jangan banyak makan manis-manis, yang kedua gerak, bisa jalan, bisa lari dan seterusnya 30 menit sehari, lima hari dalam seminggu. Juga diukur HbA1c itu supaya tidak diabetes,” lanjutnya.
Ia mengingatkan kepada masyarakat untuk aktif berolahraga fisik minimal 30 menit sehari selama lima hari per pekan. Kemudian, mengecek kondisi gula darah apabila merasakan ada gejala penyakit diabetes melitus, seperti lemas, gatal-gatal dan lain-lain.(had)