Menciptakan Sekolah Ramah Anak: Solusi Mengatasi Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Oleh: Dr. Sukidin, M.Pd, Korprodi Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Jember

Dr. Sukidin, M.Pd
Korprodi Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Jember.(ist)
Fenomena kekerasan di sekolah semakin marak akhir-akhir ini. Guru menghukum siswa, siswa membentak guru, dan orang tua menuntut guru ke pengadilan. Kekerasan verbal hingga fisik sering terjadi, menimbulkan rasa tidak aman bagi anak, bahkan membuat mereka merasa terancam.
Tulisan ini mengangkat kembali gagasan “Sekolah Ramah Anak” sebagai spirit bersama warga sekolah. Sekolah sejatinya merupakan rumah kedua bagi anak, tempat yang harus aman dan nyaman. Hal ini bisa terwujud jika semua warga sekolah bergotong-royong memenuhi kebutuhan anak.
**Sekolah Ramah Anak: Mewujudkan Lingkungan Pendidikan yang Aman dan Nyaman**Sekolah harus menjamin terciptanya atmosfer yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal di bawah pengasuhan guru. Mengacu pada konsep Sekolah Ramah Anak (KPPPA, 2015), pihak sekolah harus mampu menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya selama anak berada di sekolah.Pihak sekolah juga harus mendukung partisipasi anak dalam pembelajaran agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan bermoral tinggi.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan memegang peranan sangat strategis. Guru tidak hanya dituntut menguasai kompetensi profesional dalam transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga kompetensi pedagogik, kepribadian, dan sosial. Guru yang mempunyai gairah (passion) menjadi pendidik, yang peduli dan memahami hak-hak anak.Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan membimbing mahasiswa benchmarking program Pengenalan Lingkungan Persekolahan ke SMAN 3 Yogyakarta. Sekolah ini memiliki tagline Sekolah Ramah Anak.
Pertama memasuki sekolah tersebut, sudah terasa dengan sambutan yang dipenuhi rasa kehangatan dan kesejawatan. Satpamnya ramah, gurunya ramah, siswanya sopan, simpatik dan ramah. Semua warga sekolah ramah. Interaksi di antara warga sekolah didasari dengan rasa kasih sayang dan empati.Sekolah memberi ruang yang luas pada anak untuk mengembangkan potensi, minat, hobi, dan bakatnya.
Ketika bel berbunyi sebagai tanda pulang, anak-anak tetap betah dan bertahan tinggal di sekolah. Mereka mengisi waktu dengan kegiatan positif yang sangat menginspirasi. Ada yang kegiatan olahraga, ada yang mengasah bakat seni, ada yang berkegiatan penulisan karya ilmiah inovatif, ada yang asyik mendalami bidang sains, dan ada yang menyelesaikan tugas kelompok proyek profil Pancasila. Meski waktu sudah hampir sore hari, namun suasana tetap penuh semangat dan inspiratif.
Ada yang kegiatan olah raga, ada yang mengasah bakat seni, ada yang berkegiatan penulisan karya ilmiah inovatif, ada yang asyik mendalami bidang science dan ada yang menyelesaikan tugas kelompok proyek profil Pancasila.
Meski waktu sudah hampir sore hari, namun suasana kebatinan anak-anak tetap nampak ceria, bersemangat dan bahagia.
Kondisi arsitektur dan taman sekolah juga tertata dengan apik dan asri.
Sekolah ini juga ditunjuk Pemerintah Provinsi DIY sebagai pilot project sekolah destinasi wisata.
Hal ini merupakan salah satu praktek baik sekolah ramah anak, dan kita dapat mengambil contoh baik tersebut untuk dikembangkan di sekolah yang lain.
Untuk mewujudkan sekolah yang aman dan nyaman bagi anak bisa dimulai dari penapisan guru yang menjalankan peran pendidik dengan semangat asih, asah dan asuh.
Pada akhirnya, sekolah yang aman dan nyaman bagi anak bisa terwujud apabila semua pihak saling menguatkan dalam menciptakan lingkungan sekolah yang memberi kepastian pada rasa aman serta nyaman bagi anak.
Pembelajaran yang menguatkan karakter anak didik dapat mewujudkan proses pembelajaran bermakna dan holistik sehingga tercipta ekosistem kelas yang positif, dengan mengedepankan rasa kemanusiaan dan kesejahteraan.
Keadaan well-being (kesejahteraan) kita akan berdampak pada sikap dan emosi.
Bila individu merasa bahagia, sejahtera kondisinya, maka ia dapat menunjukkan sikap dan emosi yang positif.
Dalam konteks ini, well-being adalah terpenuhinya kebutuhan tertentu dalam diri manusia.
School well-being adalah kondisi individu dapat memenuhi kebutuhan dasarnya di sekolah yang terdiri atas empat dimensi yaitu having (kondisi dan situasi sekolah), loving (mengarah pada hubungan sosial), being (pemenuhan diri), dan health (kesehatan anak didik dan guru).
Dari empat dimensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu, (1) Having yaitu bagaimana persepsi dan perasaan individu terhadap kondisi sekolah.
Dimensi ini meliputi lingkungan fisik sekolah, termasuk kenyamanan, rasa aman, kebisingan, ruang terbuka, dan lainnya.
Aspek lain dari kondisi sekolah berhubungan dengan kondisi pembelajaran, seperti kurikulum, ruang kesehatan, wali kelas, guru bimbingan konseling.
(2) Loving mengacu pada lingkungan sosial saat pembelajaran, meliputi hubungan dengan guru, dengan teman sekelas, interaksi dalam kelompok, yang menyumbang menciptakan iklim sekolah yang harmonis.
(3) Being mengacu pada individu di sekolah menghargai keberadaan peran guru dan anak didik sehingga mendorong kreativitasnya,
(4) Health mengacu pada kesehatan fisik dan mental anak didik dan guru.
Dalam hal ini, kebahagiaan atau kesejahteraan anak didik sangat dipengaruhi oleh kondisi sekolah, seperti rencana pembelajaran, budaya sekolah, orientasi pendidikan, infrastruktur, fasilitas, kondisi kelas, dan dukungan dari guru maupun pihak manajemen sekolah.
Aspek lain yang memengaruhi school well-being yaitu kemampuan memahami orang, yang disebut kemampuan sosial emosional.
Kemampuan literacy emotional dapat mendukung anak didik beradaptasi dengan budaya sekolah dalam proses belajar.
Kepribadian anak didik, termasuk motivasi belajar, kemampuan berkomunikasi, disiplin dan kemampuan bekerja sama juga sangat memengaruhi school well-being.
Harapannya semua warga sekolah berperan dalam menciptakan school well-being.
Membumikan sekolah ramah anak menjadi tugas bersama warga sekolah dan masyarakat. Interaksi yang dinamis dan harmonis merupakan kebutuhan bersama yang harus terjadi di sekolah.
Kondisi sekolah yang berbasis kesejahteraan merupakan tujuan kolektif warga sekolah menuju school well-being, yaitu terciptanya atmosfir sekolah yang membahagiakan.
Seluruh elemen sekolah merasa bahagia karena tercapainya kepuasan dalam kehidupan di sekolah.
Itulah misi utama sekolah menuju Indonesia maju dan peradaban baru.
Penulis Dr. Sukidin, M.Pd, Korprodi Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Jember.